Minggu, 04 September 2011

JANGAN PANGGIL AKU CINA


Sedari kecil aku tak pernah bisa merasa bangga menjadi anak yg lahir dari suku keturunan tionghoa. Mamaku yg asli suku jawa dan papaku yang asli suku tionghoa. Secara garis keturunan aku memang layak dipanggil cina. Tapi jangan sekali sekali memanggilku cina. Semua yang mengenalku pasti akan tersenyum sinis setiap kali aku berkata AKU BUKAN CINA!!! karena mau tidak mau mengalir darah tionghoa di dalam tubuhku.

Kehidupan ekonomi yang sangat minim mengharuskanku untuk tinggal di daerah perkampungan yg mayoritas masyarakatnya adalah asli pribumi antara jawa dan madura bercampur menjadi satu komunitas. Aku yang tak pernah tau dan tak pernah meminta untuk lahir dalam keluarga blasteran cina - jawa mulai beradaptasi dengan kawan2ku yang asli pribumi. Entah siapa yg mengajari mereka, setiap kali aku bergabung dengan mereka. selalu saja olok-olok "cino... cino..." kudengar setiap kali aku bertemu mereka
Sekalipun orang tuaku berasal dari ekonomi lemah. Namun mereka berharap aku bisa bersekolah disekolah favorite di kotaku. ya... sekolah favorite di kota ku adalah sekolah dengan mayoritas siswanya adalah anak2 dr keluarga Tionghoa dengan kondisi ekonomi yang sangat baik.
Sejak TK aku disekolahkan oleh orang tuaku di sekolahan Katholik itu. secara pendidikan sekolah itu memang sangatlah bagus. Tapi lingkungan sekolah tersebut membentuk aku menjadi semakin jengah. Setiap kali jam istirahat aku harus rela diam tidak mendapat jatah bermain krn kawan2ku selalu mengolok olok aku "Jawa..... Jawa....." karena kuliku yg gelap. Akar pahit mulai tumbuh di relung hatiku. Dan semakin subur ketika aku mulai beranjak remaja. Mataku melihat bagaimana perlakuan papaku terhadap mama ku. juga keluarga papaku yg tak pernah menghargai mama.

Aku melihat mama setiap hari bekerja keras demi mendapatkan tambahan uang belanja untuk bisa sekedar membelikan anaknya semangkok bakso. Pagi2 buta mama sudah bekerja menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Jam 6.30 ia mengantarku sekolah sambil membawa dagangan makanan untuk dititipkan di pasar juga di jual pada ibu2 kaya yg sedang menunggu anaknya sekolah.
sSepulang dari sekolah mama berangkat ke perumahan di dekat kampungku untuk menjadi buruh cuci disalah satu keluarga disana. sore hari ia pulang dengan lelah di badannya. masih harus menyiapkan makan untuk papa ku yg pulang malam dari kerjanya sebagai sopir truk. Malam mama ke pasar untuk belanja persiapan untuk berjualan esok hari. Dari perjuangan seorang mama yg sedemikian gigihnya tak kulihat sedikitpun penghargaan papa terhadap mama. Papa memperlakukan mama layaknya pembantu dirumah.

Papaku seorang sopir dengan upah yang sangat minim. Uang yang di berikan kepada mama untuk kebutuhan rumah sangat jauh dari kata cukup. Tapi satu hal yang membuatku heran... setiap kali kulihat papa sanggup memberikan uang lebih kepada nenekku. Kepahitan demi kepahitan semakin kurasa sebagai anak. Hingga suatu saat mama pergi meninggalkanku tanpa pesan. Mungkin sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan papa yang semena mena. Kecewa, benci, marah terus mengakar di dalam hatiku. kala aku mendengar papa setiap hari mendoakan mama ku untuk meninggal.

Aku hidup tanpa mama... hidup bersama papaku yg tidak pernah bisa memberikan kasih sayang kepada anaknya. Untuk meminta uang sekolah saja aku tidak pernah berani karena bukan bayaran uang sekolah yang aku dapat justru omelan2 papa supaya aku meminta pembebasan uang sekolah ke sekolahanku. Hari hari kulalui dengan sedikit kata bahagia. Terlebih lagi saat aku harus menerima kenyataan mama pulang dalam kondisi tidak lagi bisa menatapku. sebuah kecelakaan merenggut nyawa mamaku. "Kini terwujud sudah doa mu Pa" dengan marah ku ucapkan kata2 itu di pemakaman mama.

AKU BENCI LAHIR SEBAGAI ANAK KETURUNAN TIONGHOA. TAPI AKU TIDAK PERNAH BISA MENGHINDARINYA. JANGAN PERNAH MEMANGGILKU CINA KARENA AKU TIDAK PERNAH BISA BANGGA MENJADI CINA

7 komentar:

  1. sebagai makhluk ciptaan tuhan, kita tidak pernah tau akan dilahirkan oleh siapa,dimana dan kapan.. karena bukan kah semua itu telah ada yg mengaturnya?.. yg terpenting adalah bagaimana kita mensikapi dn bersyukur, ve, aku yakin km masih cukup beruntung jika dibandingkan saudara' kita yg lain.... cobalah sedikit berdamai dg gejolak yg ada dihati kamu,.. tdk ada gunanya spt itu terus.. tetap semangat ya ve..

    salam kenal, aku adit dn aku asli jawa yg sangat suka tionghoa.. kita saudara kan? ^^

    BalasHapus
  2. turut berduka...namun mengutuk kematian seseorang itu bukan karna tionghoa atau apapun ras seseorang tapi karna pribadi seseorang dan karna keadaan yang membuat seseorang mengucap sesuatu yang tidak baik

    BalasHapus
  3. Sabar. Mungkin itu ujian dari Tuhan. Salam dari penduduk Jawa pribumi

    BalasHapus
  4. Hai, aku juga keturunan cina-jawa. Tapi hal itu gak membuatku sedih. Tetap semangat ya!

    BalasHapus